MAKALAH
TERAPI REALITAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Manusia
adalah makhluk yang penuh dengan masalah. Tiada seorang pun hidup di dunia ini
tanpa suatu masalah, baik dengan diri sendiri maupun orang lain. Manusia yang
baik adalah manusia yang mampu keluar dari setiap permasalahan hidupnya. Manusia
yang mampu menyesuaikan diri dengan realitas yang ada dan memiliki identitas
adalah manusia yang dapat berkembang dengan baik dan sehat. Untuk membantu
manusia keluar dari masalahnya dan memperoleh identitas diperlukan suatu
terapi.
Terapi
realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang.
Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan
cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain.
Tujuan terapi ini ialah membantu seseorang untuk mencapai otonomi.
Di
balik semua itu, banyak manusia yang masih belum mencapai identitas
keberhasilannya. Mereka masih belum dapat mencapai kebutuhan dasar
psikologisnya, yaitu kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan
untuk merasakan bahwa Ia berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Terdorong akan rasa keingintahuan serta kenyataan
seperti yang tersebut di atas itulah yang membuat penulis memilih topik
mengenai terapi realitas menurut William Glasser sebagai bahan kajian dalam
pembuatan makalah kali ini. Selanjutnya, hasil pengkajian tersebut, penulis
uraikan dalam makalah berjudul “Terapi Realitas”.
1.2
Rumusan
Masalah
Beberapa
rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut.
1.
Apa pengertian terapi realitas?
2.
Bagaimana konsep kunci kepribadian menurut
terapi realitas?
3.
Apa ciri-ciri dari terapi realitas?
4.
Bagaimana teknik konseling dari terapi realitas?
5.
Apa peran konselor dalam terapi realitas?
6.
Apa tujuan terapi realitas?
1.3
Tujuan
Beberapa
tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui pengertian terapi realitas.
2.
Untuk mengetahui konsep kunci kepribadian menurut
terapi realitas.
3.
Untuk mengetahui ciri-ciri dari terapi realitas.
4.
Untuk mengetahui teknik konseling dari terapi
realitas.
5.
Untuk mengetahui peran konselor dalam terapi
realitas.
6.
Untuk mengetahui tujuan terapi realitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Tokoh
William
Glasser adalah seorang psikiater yang mengembangkan konseling realitas pada
tahun 1950-an. Gllassser mengembangkan teori ini karena merasa tidak puas
dengan praktek psikiatri yang telah ada dan dia mempertanyakan dasar-dasar
keyakinan terapi yang berorientasi kepada Freudian.
Glasser
dilahirkan pada tahun 1925 dan dibesarkan di Cleveland, Ohio. Pada mulanya
Glasser belajar dibidang teknik kimia di Universitas Case Institute Of Technology.
Pada usia 19 tahun ia dilaporkan sebagai penderita shyness atau rasa malu
yang akut
Pada
perkembangan selanjutnya Glasser tertarik studi psikologi, kemudian dia
mengambil program psikologi klinis pada Western Reserve University dan
membutuhkan waktu tiga tahun untuk meraih gelar Ph.D ahirnya Glasser menekuni profesinya
dengan menetapkan diri sebagai psikiater.
Setelah
beberapa waktu melakukan praktek pribadi dibidang klinis Glasser mendapatkan
kepercayaan dari California Youth Authority sebagai kepala psikiater di Ventura School
For Girl. Mulai saat itulah Glasser melakukan eksperimen tentang
prinsip dan teknik reality terapi.
Pada
tahun 1969 Glasser berhenti bekerja pada Ventura dan mulai saat itu mendirikan Institute For
Reality Theraphy Di Brent Wood. Selanjutnya menyelenggarakan
educator treaning centre yang bertujuan meneliti dan mengembangkan
program-program untuk mencegah kegagalan sekolah. Banyak pihak yang dilatih
dalam lembaganya ini antara lain: perawat, pengacara, dokter, polisi, psikolog,
pekerja social dan guru.
2.2 Hakikat Manusia
Terapi
realiatas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan psikologis tunggal yang
hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup suatu kebutuhan
untuk merasakan keunikan, keterpisahan, dan kesendirian.
Menurut
terapi realitas, akan sangat berguna apabila menganggap identitas dalam
pengertian “identitas keberhasilan” lawan “identitas kegagalan”. Dalam
pembentukan identitas, masing-masing dari kita mengembangkan
keterlibatan-keterlibatan dengan orang lain dan dengan bayangan diri, yang dengannya
kita merasa relatif berhasil atau tidak berhasil. Orang lain memainkan peranan
yang berarti dalam membantu kita menjelaskan dan memahami identitas kita
sendiri. Cinta dan penerimaan berkaitan langsung dengan pembentukan identitas.
Pandangan
tentang manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan”
mendorong kita berusaha untuk mencapai suatu identitas keberhasilan. Terapi
realitas tidak berpijak pada filsafat deterministic tentang manusia, tetapi
dorongan di atas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya
sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing individu memikul tanggung
jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.
2.3 Konsep Kunci Kepribadian
Menurut
terapi realitas, ada lima macam kebutuhan pokok manusia, antara lain
kepemilikan, kekuasaan, kebebasan, ketergantungan, dan fisiologis. Dalam
mencapai tujuan hidup ini manusia diatur oleh adanya rambu-rambu, yaitu
tanggung jawab, realitas, dan benar.
Ada
beberapa ciri yang menentukan terapi realitas, yaitu sebagai berikut.
1. Terapi
realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa
bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari
ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan
diagnosis-diagnosis psikologis. Ia mempersamakan gangguan mental dengan tingkah
laku yang tidak bertanggung jawab dan kesehatan mental dengan tingkah laku yang
bertanggung jawab.
2. Terapi
realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapis realitas juga
tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sikap-sikap, tetapi menekankan
bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.
3. Terapi
realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena Karena
masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa
diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.
4. Terapi
realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas
menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas
tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang
dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa
melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat
konstruktif dan destruktifnya.
5. Terapi
realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional
tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi
sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi
realitas mengimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakin
bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu
klien.
6. Terapi
realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna
mengubah tingkah laku tidak efektif, dan bahwa hukuman untuk kegagalan
melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada
klien dan perusakan hubungan terapeutik.
7. Terapi
realitas menekankan tangung jawab yang didefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi
kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhann-kebutuhan mereka.” Belajar
tanggung jawab adalah proses seumur hidup.
2.4 Pribadi Sehat dan Tidak Sehat
2.5 Konseling
2.6 Teknik Konseling
Terapi
realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal.
Prosedur-prosedurnya dilakukan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien
yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai
keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas
keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut.
1. terlibat
dalam permainan peran dengan klien;
2. menggunakan
humor;
3. mengonfrontasikan
klien dan menolak dalih apapun;
4. membantu
klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
5. bertindak
sebagai model dan guru;
6. memasang
batas-batas dan menyusun situasi terapi;
7. menggunakan
terapi “kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien
dengan tingkah lakunya yang tidak realistis;
8. melibatkan
diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
Terapi
realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh
pendekatan-pendekatan terapi lain. Para psikiater yang mempraktekkan terapi
realitas tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi-medikasi konservatif, sebab
medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, para
pempraktek terapi realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak sebagai
“detektif” mencari alasan-alasan, terapi berusaha membangun kerja sama dengan
para klien untuk membantu mereka mencapai tujuan-tujuannya.
2.7 Peranan Konselor
Tugas
dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya
menghadapi kenyataan. Glasser merasa bahwa ketika terapis menghadapi para
klien, dia memaksa mereka itu utuk memutuskan apakah mereka akan atau tidak
akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab.” Terapis tidak membuat
pertimbangan-pertimbangna nilai dan putusan-putusan bagi para klien, sebab
tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas
terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa
menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
Peran
yang harus diemban oleh seorang konselor ialah sebagai modeling, konfrontator,
director, dan educator. Terapis diharapkan memberikan pujian apabila para klien
bertindak dengan cara bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila
mereka tidak bertindak demikian.
Fungsi
penting lainnya dari terapis realitas adalah memasang batas-batas, mencakup
batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh
kehidupan pada seseorang. Glasser dan Zunin menunjuk penyelenggaraan kontrak
sebagai suatu tipe pemasangan batas. Kontrak-kontrak yang sering menjadi bagian
dari proses terapi bisa mencakup pelaporan klien mengenai keberhasilan maupun
kegagalannya dalam pekerjaan di luar situasi terapi. Acap kali suatu kontrak
menetapkan suatu batas yang spesifik bagi lamanya terapi.
2.8
Tujuan
Terapi Realitas
Sama
dengan kebanyakan psikoterapi, tujuan umum terapi realitas adalah membantu
seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang
diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan
dukungan internal. Kemampuan ini meyiratkan bahwa orang-orang mampu bertanggung
jawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta mengembangkan
rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna mencapai tujuan-tujuan
mereka.
Glasser
dan Zunin sepakat bahwa terapis harus memiliki tujuan-tujuan tertentu bagi
klien dalam pikirannya. Akan tetapi, tujuan ini harus diungkapkan dari segi
konsep tanggung jawab individual dan dari segi tujuan-tujuan behavioral karena
klien harus menentukan tujuan-tujuan itu bagi dirinya sendiri. Mereka
menekankan bahwa kriteria psikoterapi yang berhasil sangat bergantung pada
tujuan-tujuan yang ditentukan oleh klien.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal berikut.
1. Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah
laku sekarang.
2. Menurut
terapi realitas, ada lima macam kebutuhan pokok manusia, antara lain
kepemilikan, kekuasaan, kebebasan, ketergantungan, dan fisiologis. Dalam mencapai
tujuan hidup ini manusia diatur oleh adanya rambu-rambu, yaitu tanggung jawab,
realitas, dan benar.
3. Ada
beberapa ciri yang menentukan terapi realitas, yaitu sebagai berikut.
1. Terapi
realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa
bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari
ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan
diagnosis-diagnosis psikologis. Ia mempersamakan gangguan mental dengan tingkah
laku yang tidak bertanggung jawab dan kesehatan mental dengan tingkah laku yang
bertanggung jawab.
2. Terapi
realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapis realitas juga
tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sikap-sikap, tetapi menekankan
bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.
3. Terapi
realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena Karena
masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa
diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.
4. Terapi
realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas
menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas
tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya.
Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada
tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif
dan destruktifnya.
5. Terapi
realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional
tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi
sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi
realitas mengimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakin
bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu
klien.
6. Terapi
realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna
mengubah tingkah laku tidak efektif, dan bahwa hukuman untuk kegagalan
melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada
klien dan perusakan hubungan terapeutik.
7. Terapi
realitas menekankan tangung jawab yang didefinisikan sebagai “kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi
kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhann-kebutuhan mereka.” Belajar
tanggung jawab adalah proses seumur hidup.
4. Dalam
membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa
menggunakan beberapa teknik sebagai berikut.
1. terlibat
dalam permainan peran dengan klien;
2. menggunakan
humor;
3. mengonfrontasikan
klien dan menolak dalih apapun;
4. membantu
klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
5. bertindak
sebagai model dan guru;
6. memasang
batas-batas dan menyusun situasi terapi;
7. menggunakan
terapi “kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien
dengan tingkah lakunya yang tidak realistis;
8. melibatkan
diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
5. Peran
seorang konselor dalam terapi realitas antara lain sebagai modeling,
konfrontator, director, dan educator.
6. Secara
singkat tujuan dari terapi realitas ialah untuk membantu seseorang mencapai fully function thinking.
3.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut.
1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar